2025, Tahun yang Berat Bagi Ekonomi Global

14 January 2025 12:57 WIB Kontan
Jakarta -

Ekonomi global diramal akan menghadapi sejumlah tantangan. Hal itu tidak terlepas dari terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) yang memicu sejumlah ketidakpastian moneter dan menaikkan tensi perang dagang dengan China.

Chief Economist & Head of Research PT Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto mengatakan, sedikitnya ada tiga aspek yang turut mempengaruhi ekonomi global di tahun 2025.

Pertama, kebijakan moneter AS melalui Federal Reserve System (FFR) yang diperkirakan penurunan suku bunga kurang agresif. Adapun keputusan ini akan bergantung pada inflasi AS dan prospek ketenagakerjaan.

Kedua, Rully mengatakan pasar tahun ini besar kemungkinan dipengaruhi fenomena Trumponomics 2.0. Ia mengatakan, AS berpeluang menerapkan proteksionisme, deregulasi, pemotongan pajak untuk individu dan bisnis, ruang inflasi yang lebih tinggi di AS.

Ketiga, ekonomi global akan dipengaruhi ketegangan perdagangan AS-Tiongkok, di mana barang-barang dari Cina berada di daftar teratas tarif AS. Rully mengatakan, kondisi ini akan menjadi pukulan bagi perekonomian China yang diketahui tidak stabil.

Januari 2018, kata Rully, AS juga sempat mengenakan tarif hingga 50% untuk panel surya dan mesin cuci asal Tiongkok. Di tahun yang sama pada bulan Juni, perluasan tarif juga dilakukan AS ke Uni Eropa, Kanada, dan Meksiko.

"Ketegangan perdagangan AS-Tiongkok akan berdampak sangat buruk bagi perekonomian global," kata Rully dalam acara Media Day, Jakarta, Selasa (14/1/2025).

Sementara itu, Rully juga mengungkap biang kerok lemahnya rupiah dalam beberapa minggu terakhir. Berdasarkan data Google Finance, rupiah hari ini melemah 0,40% ke level Rp 16.260 per dolar Amerika Serikat (AS) pukul 11.25 WIB.

Jika pasar berspekulasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga secara agresif, kata Rully, imbal hasil obligasi AS akan menurun. Menurutnya, agresivitas penurunan suku bunga The Fed juga berdampak pada Indeks Dolar AS (DXY).

Dengan ekspektasi kenaikan inflasi AS akibat kebijakan Trump, Rully menilai pasar memperkirakan hanya ada pemangkasan Federal Funds Rate sebesar 25bps di tahun ini. Sementara di tahun 2024, ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga The Fed tahun 2024 meleset akibat data ekonomi AS yang terkoreksi.

"Karena market ekspek bahwa the Fed itu akan menurunkan suku bunga sebanyak 10 kali. Jadi kondisinya cukup berbeda. Itu yang menyebabkan kenapa rupiah bisa melemah dari kisaran Rp 15.200 dan sekarang ke Rp 16.000," ungkapnya.

Di samping itu, Rully juga mengungkap International Monetary Fund (IMF) sedikit menurunkan proyeksi pertumbuhan di tahun 2025. Menurutnya, pertumbuhan yang diproyeksikan IMF lebih moderat ke depan sejalan dengan berlanjutnya proses disinflasi.

Ia mengatakan, perubahan proyeksi IMF terjadi lantaran separuh masyarakat dunia akan memilih pemerintahan baru. Pemerintah baru yang terpilih dapat memperkenalkan perubahan signifikan dalam kebijakan fiskal dan perdagangan.

"Volatilitas pasar keuangan baru-baru ini menunjukkan kerentanan tersembunyi pada ekonomi dunia," jelasnya.

Dalam hak ini, Rully menilai ada risiko stagnasi ekonomi China. Dalam kondisi ini, China diperkirakan akan mengurangi stimulus yang memadai. Perekonomian Tiongkok dapat mengalami stagnasi seperti yang dialami Lapan pada tahun 1990-an dan krisis keuangan AS tahun 2008.

(rrd/rrd)

The name field is required.
The comment field is required.

0 Komentar

Latest news sentiment of IDR

14 Jan 2025

Score:

-0.132

(Hawkish)


Word Cloud

Word cloud adalah representasi visual berdasarkan kata yang paling sering muncul dalam kurun waktu tertentu. Ini memberikan gambaran instan tentang kata kunci yang dominan dalam teks tersebut

Daily Market Watch BRI